Minggu, 12 Oktober 2008

Kerajaan Siak Bersatu Membangun NKRI


Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rakhmat Syah yang merupakan putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dari istrinya Encik Pong. Awalnya, Kerajaan Siak berpusat di daerah buatan dan konon Nama Siak berasal dari nama yang sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat di situ.

Pada awal tahun 1699 M, Sultan Kerajaan Johor yang bergelar Sultan Mahmud Syah II mengkat kerena dibunuh oleh Magat Sri Rama. Istri Sultan yang bernama Encik Pong, pada waktu itu sedang hamil dan dilarikan ke Singapura dan terus ke Jambi. Dalam perjalanan itu lahirlah Taja Kecik yang kemudian dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau.

Sedangkan kepemimpinan Kerajaan Johor diambil alih oleh Datuk Bendahara Tun Habib yang Riayat Syah. Setelah Raja Kecik dewasa, pada tahun 1717 M Raja Kecik berhasil merebut Tahta Johor. Tetapi, tahun 1722 M Kerajaan tersebut direbut kembali oleh Tengku Sulaiman ipar Raja Kecik yang merupakan putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.

Dalam merebut aKerajaan Johor, Tenku Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan Bugis. Perang saudara ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada kedua belah pihak, untuk menghentikan perang saudara ini, maka kedua belah pihak akhirnya masing-masing mengundurkan diri ke Bintan dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir sungaiBuantan (anak Sungai Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan Sian di buantan.

Selama lebih dari 29 tahun pemerintah di Buantan, Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah yang di Pertuan Raja Kecil (1723-1746 M) telah menenmpatkan dasar dari sebuah kerajaan yang kelak akan berkembang di bawah pemerintahan keturunannya.
Selain itu, Sultan juga menjadikan Agama Islam sebagai agama kerajaan yang bermahzab Syafei, dan seluruh tata Adat diatur menurut Hukum Syarak. Sultan mempunyai tiga orang putera yaitu, Tangku Alam bergelar di Pertuan Muda, Tengku Tengah (meninggal sebelum dewasa-red) dan Tengku Buang Asmara bergelar Tengku Mahkota. Namun dikahir hayatnya, meletuslah perang saudara di antara kedua puteranya akibat berselisih faham.

Hal ini menyebabkan Tengku Alam yang di Pertuan Muda (putera tertua) meninggalkan Buantan dan akhirnya Sultan mangkat pada tahun 1746 M dan diberi gelar Marhum Buantan. Pemerintahan Kerajaan Siak pun dilanjutkan oleh Tangku Buang Buantan atau Tengku mahkota dengan gelar Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1765 M). Setelah beliau memerintah selama kurang lenih 19 tahun, pada tahun 1765 M beliau mangkat dan diberi gelar Marhum Mempura Besar.

Tengku Ismail dengan gelar Sultan Jalil Alamuddin Syah (1765-1766 M), menggantikan Sultan Ayahandanya yaitu Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah. Beliau tidak lama dalam memerintah kerajaan Siak, karenas etahun setelah dinobatkan sebagai Sultan Pengganti ayahandanya yaitu, Marhum Mempura Besar, pihak Belanda datang dan menggulingkannya. Beliau akhirnya mengungsi ke Pelalawan, sedangkan Belanda melantik Tengku Alam (yang kemudian menjadi Sultan IV) sebagai penggantinya. Namun, Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah kembali merebut Kerajaan Siak dan memindahkannya kembali ke Mempura.

Setelah mangkat beliau diberi gelar dengan sebutan Marhum Mangkat Di Balai.
Tengku Alam dengan gelar Sultan Jalil Jalaluddin Syah (1766-1780 M) memerintah Kerajaan Siak dari Senapelan (Pekanbaru). Beliau mangkat pada tahun 1780 M di Senapelan dengan gelar Marhum Bukit dan digantikan oleh anaknya Tengku Moh Ali dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782 M). Beliau dikenal sebagai pendiri Kota Pekanbaru dan diberi gelar Marhum Pekan pada saat Beliau mangkat.

Setelah Kerajaan Siak direbut kembali oleh Tengku Ismail, pemerintah Kerajaan Siak dilanjutkan oleh Tengku Sulong Bin Sultan Ismail dengan gelar Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah pada tahun (1782-1784 M) yang memerintah di Mempura. Beliau pun mangkat di Dungun pada tahun 1784 M dengan gelar Marhum mangkat di Dungun. Said Ali yang telah merebut Kerajaan SIak memerintah pada tahun 1784-1810 M dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi. Pada masa beliau inilah Kerajaan Siak mencapai puncak gemilang. Beliau mengkat pada tahun 1810 M dan diberi gelar dengan sebutan marhum Kota Tinggi.

Sultan Assyaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1827 M) menaiki tahta kerajaan menggantikan ayahandanya Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi. Beliau mangkat diberi gelar Marhum Mempura Kecil.
Pemerintah Kerajaan Siak dilanjutkan oleh Sultan Said Ismail dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin (1827-1864 M0. Beliau bukan merupakan keturunan Sultan Assyaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin melainkan menantu dari Sultan Said Ali. Pada masa beliau pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke Kota Siak Sri Indrapura. Beliau mangkat dan diberi gelar Marhum Indrapura.
Selanjutnya, Sultan Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalil Saifuddin (1864-1889 M) yang memerintah Kerajaan Siak. Pada masa beliau, Mahkota Kerajaan Siak dibuat, sehingga pada saat beliau wafat dianugerahi gelar Murham Mahkota.

Pada masa Sultan ke XI yaitu Sultan Assyaidis Syarief hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang memerintah pada tahun 1889-1908 M, dibangunlah IStana yang megah di Kota Siak. Istana ini diberi nama Istana Asserayyah Al Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889 M. Beliau juga mendirikan Balai Kerapatan Tinggi ataupun Balairung Sri yang dijadikan ruang kerja Sultan, Aparatur Pemerintahan serta tempat Penobatan dan Makamah Pengadilan.

Pada tahun 1908 M, Beliau mangkat. Beliau digantikan oleh puteranya yang pada saat itu masih kecil, dan baru pada tahun 1915 M, Putra Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang bernama Tengku Sulung Syarif Qasim ditabalkan sebagai Sultan Siak ke XII dengan gelar Assyaidis Syarif Qasim Abdul Jalil Syaifuddin dan terakhir terkenal dengan nama Sultan Syarif Qasim Tsani (Sultan Syarif II).
Bersamaan dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Indonesia, Beliau pun mengibarkan Merah putih di Istana Siak dan tak lama kemudian beliau berangkat ke Tanah Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bergabung dengan NKRI sambil menyerahkan mahkota kerajaan serta uang sebesar sepuluh ribu Gulden. Sejak itu beliau meninggalkan Siak dan bermukim di Jakarta. Tahun 1960 M beliau kembali ke Siak dan mangkat di Rumbai tahun 1968 M yang diberi gelar Marhum Mangkat Di Rumbai. Beliau tidak meninggalkan keturunan baik dari permaisuri pertama Tengku Agung maupun dari permaisuri kedua Tangku Maharatu.

Pada tahun 1997 Sultan Syarif Kasyim II mendapat gelar kehormatan Kepahlawanan sebagai seorang Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Makam Sultan Syarif II ini terletak di tengah Kota Siak Sri Indrapura tepatnya di Samping Mesjid Sultan yaitu, Mesjid Raya Syahbuddin. (Perjalanan Jurnalisitk Iswanto JA) Catatan. Foto dan Narasi Iswanto JA

Tidak ada komentar: